nusakini.com-Lampung Tengah-Geliat pertanian kian berkembang di Lampung Tengah. Seperti yang terlihat di di Kampung Liman Benawi, Trimurjo. Ibu-ibu yang tergabung Kelompok Wanita Tani (KWT) Bina Pertani kini lebih produktif.   

Sebelumnya, usai bekerja di sawah, masa panen, atau masa tanam, mereka hanya berdiam diri di rumah sebagai ibu rumah tangga pada umumnya. Kini, mereka mereka bercocok tanam dengan memanfaatkan pekarangan rumah yang luasnya tak maksimal, rata-rata 8 m x 10 m atau dibawahnya. Omzetnya lumayan. Setiap anggota KWT Bina Pertani bisa menghasilkan uang Rp2,5--3 juta per bulan dengan membudidayakan berbagai tanaman tanpa pestisida atau bahan kimia, seperti sawi, kangkung, pakcoy, bahkan stroberi pun ada.

Tanaman holtikultura tersebut ditanam bertingkat dengan memanfaatkan lahan yang seadanya. Selain itu, mereka juga menghiasi pekarangan dengan berbagai macam bunga. Tentunya selain kemandirian dari pada ibu-ibu tersebut, mereka juga dibantu dari Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Lampung.

Siti Munifah selaku Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, mengatakan KWT harus terus dikembangkan dan didukung sebagai bentuk pembangunan pertanian di level keluarga.

"Karyanya disini luar biasa, menjadi kampung wisata, kita selalu support apapun yang dibutuhkan, termasuk tadi upaya pengembangan metode hidroponik baik penyuluhan maupun permodalan akan dibantu bekerja sama dengan Pemkab Lampung Tengah, BPP Lampung, dan instansi lainnya," kata Munifah, Jumat (6/3).

Melihat adanya efek positif tersebut, Munifah menilai KWT harus mendapat dukungan dari seluruh elemen khususnya pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian, sehingga ibu-ibu dapat berperan penting dalam membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Jadi kelompok wanita tani atau yang biasa dikenal dengan KWT ini adalah salah satu kelompok yang memang harus dibina terus oleh kementerian pertanian di pusat kemudian di provinsi, juga kabupaten hingga di tingkat kecamatan," kata Munifah.

Ia menambahkan bahwa beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam mendorong pembangunan pertanian di level keluarga melalui Opal dan KRPL. "Kalau di Kementan ada program Opal Obor pangan Lestari dan KRPL (kawasan rumah pangan lestari) ini biasanya programnya diserahkan melalui dinas ketahanan pangan," terangnya.

Sementara itu, Ketua KWT Bina Pertani, Widarni menjelaskan, ia bersama anggotanya memulai usaha ini sejak 2012 dengan anggota awalnya 12 orang serta iuran Rp.10 ribu. "Awalnya untuk tanam sendiri dan dikonsumsi sendiri. Lama-lama setelah dua tahun, kita sudah mulai produktif dua tahun kemudian dan bisa kita jual. Kita ada pasar KWT," , Jumat (6/3).

Wirdani mengaku bersama anggotanya tidak menemukan hambatan dalam bercocok tanam. Namun kini guna memaksimalkan pekarangan terbatas dan meningkatkan produktivitas, kelompoknya tengah mengembangkan metode hidropnik dalam menanam pakcoy.

"Bahkan KWT ini, juga telah memproduksi olahan dari pakcoy, salah satunya jus (minuman). Ya mungkin bisa ada tambahan modal dan pelatihan untuk mengembangkan hidroponik," paparnya.(p/eg)